Senin, 11 Juli 2016
Saya rasa malam ini saya ingin menulis banyak. Tentang hal-hal kecil yang
selama ini mengganggu saya. Membuat keributan dan riuh di kepala saya. Jujur
saja saya muak. Dan salah satu quote favorit saya “Are you love you when you meet you?” “Not yet, I think” sendu dan
melankolis membunuh saya, perasa menguras tenaga saya. Saya perlu menjadi ceria
dan independen.
**
Saya minggu-minggu ini sedang membaca Catatan Seorang Demonstrannya Soe Hok
Gie, sebuah buku yang diterbitkan LP3ES (sebuah lembaga jurnalisik) berdasarkan
catatan harian seorang pemuda hebat di
era reformasi rezim Soekarno. Isinya tentang pandangan, pesimistis juga
perjuangan, dan segala lainnya dalam balutan sejarah, berikut tentang cinta
menurutnya. Saya belum selesai membaca.
Cukup lama membacanya karena banyak istilah yang saya tidak mengerti dan
proses serta seluk beluk sejarah yang saya tidak mengerti pula. Saya merasa
bodoh, sekali. Rasa-rasanya saya sekarang sudah kuliah semester empat tapi
plonga-plongo terhadap segala hal bukan cuma tentang sejarah. Padahal
saya nanti akan jadi bagian dari pemerintah. Saya mikir apa aja sih selama ini? Masa cuma menuruti perasaan yang malah
membuat diri sendiri jauh dari sesungguhnya diri. Dulu saya suka biologi,
penghafal sistematis. Lalu sekarang, ga Cuma susah menghafal tapi ketika sudah
hafal juga mudah lupa. Mungkin benar kata bapak, saya kebanyakan tidur sesudah
sholat shubuh. Saya jadi sedih, tapi saya bersyukur saya diberi kesempatan
membaca novel itu. Saya terinspirasi sangat. Terinspirasi untuk menjadi jujur,
bahkan kepada diri sendiri. insyaAllah saya mau menulis lagi, ga perlu memilih
diksi mana yang tepat, atau cantik, setidaknya apa yang ada di kepala saya ini
bisa keluar tanpa membebani. Saya sudah cukup biru, dan juga saya ingin menjadi
pengingat yang baik. Saya harus lawan demensia sedini mungkin.
**
Dulu waktu SMP saya keranjingan sekali membaca. Saya ingat saya baca novel
harry potter dari yang ke 1 sampe yg dealthy
hallow bukan Cuma sekali. Kerjaannya tiap istirahat sekolah ke
perpustakaan, cepat-cepat daftar antrean buku. Pulang ke rumah bawa novel 1500
halaman, bukan buku sekolah. Tiap hari dimarahi ibu karena ketahuan baca novel
di kamar gelap-gelapan saat yang lainnya udah tidur. SMA, masih suka baca. Tapi
selama itu jarang beli buku, sukanya pinjam di tempat sewa buku, 3 hari
sekitar sepuluh ribu. Jadi harus ngebut
bacanya. Dan kenapa sekarang saya begini. Kalau tidak salah ada 6 buku tidak
selesai saya baca, berhenti di tengah-tengah—dua diantaranya beli sendiri, dan
padahal semangat sekali waktu membeli. Saya masih senang membaca di perjalanan,
di kerumunan, memburu waktu. Tapi kalau ada waktu senggang di kos atau rumah,
saya lebih senang menonton film, youtube, atau hal-hal lain. Saya merasa
kosong. Ya semoga ini karena sudah tidak tertarik lagi karya fiksi. Saya akan
coba membaca aliran lain. Semoga deh.
**
Malam ini saya pulang naik motor sendiri di tengah hujan. Banyak yang saya
pikirkan (dan lamunkan) ketika berkendara. Saya tau itu membahayakan tapi saya
tidak bisa berhenti. Lalu lampu-lampu yang menyinari kacamata saya yang
sebelumnya sudah kena tempias air hujan, memantulkan warna-warna yang berbeda seolah
mengisyaratkan bahwa: Perasaan sayang kadang perlu ditunjukkan. Apakah adik
saya tau bahwa saya menyayanginya kalau saya tidak pernah mengatakannya atau
menciumnya malahan sering memarahinya, tapi memperlakukan dengan baik adik
orang lain? Atau, saya tau ibu dan ayah saya menyayangi saya tapi dengan
khawatirnya yang ditutupi larangan dan marah akankah membuat saya yakin ibu dan
ayah sesayang itu dengan saya atau tidak? Karena saya tidak tau, sayang dan
cinta ditransformasikan menjadi wujud apa? Kita tidak tau. Apa selamanya kita
harus menduga-duga, bahwa kita disayangi atau tidak? Di luar bahwa ada beberapa
cinta yang memang harus ditutupi, dan dinikmati lukanya dalam diam.
Rasanya…dengan seseorang menunjukkan bahwa kita dicintai membuat kita menjadi
merasa lebih berharga. Seperti ada
seseorang yang menemukan sesuatu yang indah di dalam kita—One Brilliant
Young Man. Dan kenapa saya
membuat sebuah paradoksal, padahal saya berjanji untuk jujur?
**
Saya mengucapkan sesuatu yang seharusnya tidak saya ucapkan, dan mendiamkan
sesuatu yang seharusnya saya bicarakan. Belum bijak dalam hal ini, semoga
segera. Hingga mungkin beberapa orang di luar sana, terluka karena kata-kata
saya, saya minta maaf. Saya sangat sadar ketika saya tiba-tiba jadi jahat, dan
antagonis. “Sudah terbukti kan ruginya ketika
emosi menguasai jiwa?” –Cinta kepada rangga
Yang saya tau, saya sekarang sedang merasa kehilangan seorang sahabat.
Begitu berbeda rasanya, hari-hari ini daripada hari yang dulu. Dulu lebih
ramai sepertinya. Entah mana
yang lebih baik. Kepala saya rasanya mau meledak menuruti mana maunya hati.
Padahal dia baik-baik saja.
Saya perlu sumber bahagia yang banyak, biar kalau yang satu pergi saya
masih bisa bahagia. Ya kan?
**
Saya menemukan..begitu banyak orang baik di dunia ini dalam lingkup
kehidupan saya. Membuat saya senang tapi juga sedih karena merasa saya sungguh
tidak ada apa-apa nya, saya masih penuh kepura-puraan dalam menjadi baik. Belum
sepenuhnya tulus. Apa semua orang punya sisi itu atau saya saja yang memiliki
kecenderungan itu?
Saya jadi pengen cepat dewasa dan menjadi baik. Halah, memangnya menjadi
baik harus dewasa? Iya.

0 komentar:
Posting Komentar