Selasa, 12 Juli 2016

Pada suatu senin

Senin, 11 Juli 2016

Saya rasa malam ini saya ingin menulis banyak. Tentang hal-hal kecil yang selama ini mengganggu saya. Membuat keributan dan riuh di kepala saya. Jujur saja saya muak. Dan salah satu quote favorit saya “Are you love you when you meet you?” “Not yet, I think” sendu dan melankolis membunuh saya, perasa menguras tenaga saya. Saya perlu menjadi ceria dan independen.

**
Saya minggu-minggu ini sedang membaca Catatan Seorang Demonstrannya Soe Hok Gie, sebuah buku yang diterbitkan LP3ES (sebuah lembaga jurnalisik) berdasarkan catatan harian seorang pemuda hebat  di era reformasi rezim Soekarno. Isinya tentang pandangan, pesimistis juga perjuangan, dan segala lainnya dalam balutan sejarah, berikut tentang cinta menurutnya. Saya belum selesai membaca.  Cukup lama membacanya karena banyak istilah yang saya tidak mengerti dan proses serta seluk beluk sejarah yang saya tidak mengerti pula. Saya merasa bodoh, sekali. Rasa-rasanya saya sekarang sudah kuliah semester empat tapi plonga-plongo terhadap segala hal bukan cuma tentang sejarah. Padahal saya nanti akan jadi bagian dari pemerintah. Saya mikir apa aja sih selama ini? Masa cuma menuruti perasaan yang malah membuat diri sendiri jauh dari sesungguhnya diri. Dulu saya suka biologi, penghafal sistematis. Lalu sekarang, ga Cuma susah menghafal tapi ketika sudah hafal juga mudah lupa. Mungkin benar kata bapak, saya kebanyakan tidur sesudah sholat shubuh. Saya jadi sedih, tapi saya bersyukur saya diberi kesempatan membaca novel itu. Saya terinspirasi sangat. Terinspirasi untuk menjadi jujur, bahkan kepada diri sendiri. insyaAllah saya mau menulis lagi, ga perlu memilih diksi mana yang tepat, atau cantik, setidaknya apa yang ada di kepala saya ini bisa keluar tanpa membebani. Saya sudah cukup biru, dan juga saya ingin menjadi pengingat yang baik. Saya harus lawan demensia sedini mungkin.

**
Dulu waktu SMP saya keranjingan sekali membaca. Saya ingat saya baca novel harry potter dari yang ke 1 sampe yg dealthy hallow bukan Cuma sekali. Kerjaannya tiap istirahat sekolah ke perpustakaan, cepat-cepat daftar antrean buku. Pulang ke rumah bawa novel 1500 halaman, bukan buku sekolah. Tiap hari dimarahi ibu karena ketahuan baca novel di kamar gelap-gelapan saat yang lainnya udah tidur. SMA, masih suka baca. Tapi selama itu jarang beli buku, sukanya pinjam di tempat sewa buku, 3 hari sekitar  sepuluh ribu. Jadi harus ngebut bacanya. Dan kenapa sekarang saya begini. Kalau tidak salah ada 6 buku tidak selesai saya baca, berhenti di tengah-tengah—dua diantaranya beli sendiri, dan padahal semangat sekali waktu membeli. Saya masih senang membaca di perjalanan, di kerumunan, memburu waktu. Tapi kalau ada waktu senggang di kos atau rumah, saya lebih senang menonton film, youtube, atau hal-hal lain. Saya merasa kosong. Ya semoga ini karena sudah tidak tertarik lagi karya fiksi. Saya akan coba membaca aliran lain. Semoga deh.


**
Malam ini saya pulang naik motor sendiri di tengah hujan. Banyak yang saya pikirkan (dan lamunkan) ketika berkendara. Saya tau itu membahayakan tapi saya tidak bisa berhenti. Lalu lampu-lampu yang menyinari kacamata saya yang sebelumnya sudah kena tempias air hujan, memantulkan warna-warna yang berbeda seolah mengisyaratkan bahwa: Perasaan sayang kadang perlu ditunjukkan. Apakah adik saya tau bahwa saya menyayanginya kalau saya tidak pernah mengatakannya atau menciumnya malahan sering memarahinya, tapi memperlakukan dengan baik adik orang lain? Atau, saya tau ibu dan ayah saya menyayangi saya tapi dengan khawatirnya yang ditutupi larangan dan marah akankah membuat saya yakin ibu dan ayah sesayang itu dengan saya atau tidak? Karena saya tidak tau, sayang dan cinta ditransformasikan menjadi wujud apa? Kita tidak tau. Apa selamanya kita harus menduga-duga, bahwa kita disayangi atau tidak? Di luar bahwa ada beberapa cinta yang memang harus ditutupi, dan dinikmati lukanya dalam diam. Rasanya…dengan seseorang menunjukkan bahwa kita dicintai membuat kita menjadi merasa lebih berharga. Seperti ada seseorang yang menemukan sesuatu yang indah di dalam kita—One Brilliant Young Man. Dan kenapa saya membuat sebuah paradoksal, padahal saya berjanji untuk jujur?

**
Saya mengucapkan sesuatu yang seharusnya tidak saya ucapkan, dan mendiamkan sesuatu yang seharusnya saya bicarakan. Belum bijak dalam hal ini, semoga segera. Hingga mungkin beberapa orang di luar sana, terluka karena kata-kata saya, saya minta maaf. Saya sangat sadar ketika saya tiba-tiba jadi jahat, dan antagonis. “Sudah terbukti kan ruginya ketika emosi menguasai jiwa?” –Cinta kepada rangga
Yang saya tau, saya sekarang sedang merasa kehilangan seorang sahabat.
Begitu berbeda rasanya, hari-hari ini daripada hari yang dulu. Dulu lebih ramai sepertinya. Entah mana yang lebih baik. Kepala saya rasanya mau meledak menuruti mana maunya hati. Padahal dia baik-baik saja.
Saya perlu sumber bahagia yang banyak, biar kalau yang satu pergi saya masih bisa bahagia. Ya kan?

**
Saya menemukan..begitu banyak orang baik di dunia ini dalam lingkup kehidupan saya. Membuat saya senang tapi juga sedih karena merasa saya sungguh tidak ada apa-apa nya, saya masih penuh kepura-puraan dalam menjadi baik. Belum sepenuhnya tulus. Apa semua orang punya sisi itu atau saya saja yang memiliki kecenderungan itu?

Saya jadi pengen cepat dewasa dan menjadi baik. Halah, memangnya menjadi baik harus dewasa? Iya.

0 komentar:

Posting Komentar