Senin, 01 Juni 2015

Untuk Mila, di Jakarta

Kata orang jarak membuat yang dekat menjadi jauh. kata orang perpisahan adalah sebuah akhir dari cerita. kata orang teman kalau udah punya teman baru diperantauan pasti lupa sama teman nya dulu. itu sih kata orang.. kalau kata ku, aku ngga percaya sama itu semua.
yang aku percaya adalah jarak tidak akan membuat kita menjadi orang yang asing, perpisahan bukanlah akhir dari kisah yang sudah kita tulis susah payah selama dua tahun di sekolah, dan walaupun kamu punya teman hits di Jakarta, punya temen yang pinter nya luar biasa atau aku punya temen-temen gila di solo, waktu kita ketemu nanti kita akan tetap jadi dua sahabat yang sama. waktu kita ketemu nanti, kita akan jadi orang paling heboh, cerita banyaaaakk hal, saling bully satu sama lain, buka-buka aib di SMA atau mulai menelisik lagi cerita-cerita kita di kost CERIA.
meski bumi berputar lebih cepat atau Indonesia jadi 4 musim kita tetap jadi sahabat. jadi keluarga :)

18


-Terima Kasih


Dalam perjalananku, entah sudah berapa banyak orang yang kutemui. Sudah berapa banyak nama yang harusnya kuhafal. Sudah berapa banyak wajah-wajah yang hinggap di memori otakku entah untuk waktu yang lama atau sementara.
17 tahunku berlalu dengan cepat. Dan hari ini aku menginjak umur 18. Coba tebak sudah berapa detik Tuhan memberiku waktu untuk hidup. Dan dari jutaan triliun detik itu, aku membaginya bersama kalian. Sebagaimanapun pelupanya, aku mengingat baik kalian mulai dari nama, waktu-waktu yang membuat kita dekat dan saling memahami, wajah-wajah yang mungkin dulunya asing tapi sekarang menjadi wajah  yang ingin aku temui setiap hari jika aku bisa.
Kalian adalah orang-orang ternyaman setelah keluarga. Kalian adalah ‘rumah’ tempat aku menceritakan apa-apa saja yang mungkin tidak bisa aku katakan pada ayah atau ibu.
Aku bersyukur bisa bertemu kalian dan menjadi teman baik, bahkan sahabat. Akhirnya aku belajar, untuk bahagia sebahagia-bahagianya bertemu kalian dan mentrade-off kan kesempatan bertemu orang lain jika aku berada di tempat lain. Maaf, jika sempat berpikir tentang itu Tuhan.
Jujur, jujur sekali, disini memang bukan mimpiku. STAN bukanlah rangkaian huruf yang aku tulis di kertas lalu aku tempelkan di dinding kamar kos dulu waktu SMA. Bukan apa yang aku perjuangkan dengan segenap hati. Bukan doa yang kurapal seusai sholat lima waktu. Bukan universitas yang aku idamkan bagaimana rasanya menjadi bagiannya.