Sabtu, 08 September 2018

Manusia yang ingin pulang tapi tidak pulang

Pukul 19.11
Aku sudah masuk dunia orang dewasa sekarang, tapi belum menjadi. Merasakan kerja dari Senin sampai Jumat dari pukul 08.00 hingga 17.00. Menerima gaji dan kebingungan sendiri waktu mengaturnya. Mengeluh waktu capek, mengeluh waktu gabut ga ada kerjaan. Bertemu dengan teman sesekali di hari libur.
Semua itu patut dan wajib dan fardu ain untuk disyukuri.

Dan sekarang adalah hari sabtu.
Dan aku menulis.
Apa itu artinya? Itu artinya aku super duper sedang tidak mengerjakan sesuatu, sedang lapar tapi malas keluar mencari makan, sedang tidak ada cucian, juga sedang kesepian.
Hari sabtu yang kutunggu-tunggu tapi ternyata tidak semenyenangkan itu karena alasan yang bermacam-macam.
Aku sekarang sedang goleran di kasur bersama sebutir tahu isi goreng pemberian Mami (seorang ibu di kos). Sedari pagi kegiatanku cuma seputar berinteraksi dengan kasur, boneka, bantal, selimut, hp, laptop, ya begitu-begitu aja. Dan aku muak karenanya.

Aku sering membayangkan aku liburan sendirian ke laut, ke sebuah tempat makan dekat pantai, duduk2 sambil baca buku di lapangan hijau atau taman. Tapi ini Jakarta, dan aku orang yang ragu2.

Terlalu banyak yang aku takutkan keluar dari zona nyaman. Yang sebenarnya aku udah mulai ga nyaman. 

Sejujurnya aku sedih karena ga bisa pulang.

Tadi waktu temanku bilang "Kenapa coba ga pernah pulang" aku tiba2 tertohok dan pengen marah. Entah karena hatiku sekarang sedang sempit, atau karena memang kurang liburan, aku jadi sensitif. Di pikiranku aku merasa dia bilang "Kenapa coba ga pernah pulang dasar ga sayang orang tua" :( i hate my self for thingking that way.
But i want to tell you percakapanku dengan ibu di telpon, seringkali seperti ini:
Aku: Ibuk, aku pengen pulang minggu depan
Ibuk: Emangnya ada libur apa?
Aku: Ya cuma sabtu minggu aja buk
Ibuk: Halahh ntar capek naik kereta, di rumah juga ntar cuma tidur
Aku: Yaudah buk

Atau dengan bapak:
Aku: Bapak aku pengen pulang minggu depan
Bapak: Lha cuma sabtu minggu to liburnya..halahhh dibuat jajan aja uangnya gausah pulang opo kalo ga main ke bapak wae ke bogor
Aku: o yaudah bapak

Jadi begitu temanku, entah karena ibu ga begitu kangen sama anaknya yang satu ini atau begimana :'(

Tadi aku seharian sedih sekali liat teman2 yang pada pulang, lalu sorenya ada yang bilang begitu, rasanya kok..... 😭

Tapi Alhamdulillah karena dibilang begitu, percakapan dengan ibuku di telpon tadi jadi berbeda:
Aku: Ibuk, aku pulang ya Minggu depan, pengen pulang
Ibuk: Lha ada libur apa? sabtu minggu aja?
Aku: Iya buk sabtu minggu, pulang ya, aku di kos ga ngapa2in ,temenku pada pulang semua buk
Ibuk: lha ntar cuma dapet capek , sampai rumah tidur kecapekan di perjalanan
Aku: Gapapa buk, ntar aku naik pesawat ke solonya, balik jakarta baru kereta
Ibuk: Lha ama siapa? Ada temennya ga di kereta?
Aku: Sendirian yo gapapa buee
Ibuk: Ntar dari stasiun ke kos malam2 kaya dulu itu..ama siapa ntar?
Aku: Naik gojek gapapa buuu, di jakarta gojek 24 jam
Dan masih banyak lagi pertanyaan ibuku, akhirnya:
Ibuk:  yaudah, terserahh
Aku: oke bukk

Alhamdulillah, semoga manusia yang satu ini jadi pulang. Sudah itu saja, aku hanya ingin curhat dan menulis. Selamat weekend!





Jumat, 23 Februari 2018

Hari biasa

27 Desember 2017, pukul 21.32
Halo jam dinding, halo pintu, halo lampu.
Di ruang tamu aku terduduk setengah berbaring demi mencari sinyal. Ah apa ya, aku biasanya hanya bisa menulis ketika sedih itupun kadang harus dipaksa sambil mendengar musik mellow. Sekarang salah satu pengecualian. Hari ini berjalan baik, di kantor lumayan mengantuk pagi jam delapan sampai sembilan setelah itu aku lumayan sibuk. Aku sempatkan membaca lembar2 terakhir Norwegian Wood dan akhirnya selesai sekitar jam 3 sore tadi. Entahlah aku ga begitu suka novelnya, apa karna banyak adegan dewasanya. Tp kalau dipikir-pikir bukan karena itu. Aku merasa Haruki Murakami terlalu detail pada semuanya tapi tidak menggambarkan perasaan Toru Watanabe sepenuhnya sebagai "Aku". Aku jadi tidak tau sebenarnya Watanabe ini mencintai Naoko atau Midori, dan kesal kenapa endingnya malah bersama Reiko-San yang aku kira benar2 tokoh tritagonis yg baik sekali tp tidak begitu penting. Jujur saja, aku jadi tidak terlalu menggebu membaca karya Murakami yang lain tapi kalau memang ada kesempatan (dan ada bukunya), ya pasti mau membaca lagi.

Halo jam dinding, aku merasa aneh. Aku berubah menjadi orang yang lebih ceria tapi aku merasa tidak seharusnya seperti itu. Apa yang menyebabkan itu aku mungkin tau. Apakah aku kesepian, sedih, atau kosong. Aku mungkin tau.

Aku akhirnya jadi pergi, lampu. Apakah niatku sudah seratus persen benar, sepertinya tidak juga. Tp seperti sebelum2nya ketika aku berkata "mau perbaiki niat dulu" rasanya malah ga baik2 dan menjadi sebuah pembenaranku saja. Suasana Jakarta, lampu2 yang berceceran sewaktu aku pulang naik gojek, berbicara dengan orang asing, beradaptasi lagi..beradaptasi lagi.. beradaptasi lagi..
Rasanya aku ingin bercerita pada manusia jenis dia tentang semua hal2 kecil ini. Tapi waktu itu aku menyadari, aku tidak seberapa spesial dan lagi, itu bukan hal yang benar. Lengkaplah sudah. Mau cari apa aku? Dan sudahlah, kurasa kata2 "Wama Indallahi Khair, apa yang disisi Allah itu lebih baik" benar2 menentramkan jiwa.
Tapi memang diluar itu, suatu waktu, banyak sekali perasaan tidak berharga dan inferior karena manusia jenis dia. Aku mungkin hanya pelawak yang suka menceritakan hal-hal konyol tentang diriku sendiri, bukan berarti aku suka. Aku cuma suka membuat orang yang penting bagiku menjadi, "senang". Tp boleh kan ada saat2 aku ingin ditanyai apa yang membuatku sakit hati dan sedih? Lama kelamaan sayangnya mau baik2saja atau tidak baik2 saja, aku jadi  menggunakan topeng bergambar senyum bodoh itu. Dan seolah2 meluruh menjadi kepribadianku. Aku tidak suka yang seperti itu, setidaknya aku ingin orang2 dekatku tau itu.

Yang terakhir, pintu. Aku ingin keluar dan berbahagia tanpa harus berdoa "Ya Tuhan, bahagiakanlah dia, tapi sebelumnya bahagiakanlah aku dulu." Bahagia kan hak milik semua orang. Kenapa aku harus begitu.

Awalnya aku tidak mau menulis hal2 yang cenderung galau, tapi aku memang tidak suka merencanakan mau menulis apa, pada akhirnya jadi seperti ini. Setidaknya aku tidak sedang mendengarkan musik mellow, hanya suara Ibu Penjaga Kos sedang menyetrika, orang mandi di jam semalam ini, dan suara kipas angin. Jadi sepertinya apa yang kutulis natural. Sedih sedikit, bahagianya banyak, tapi ketika aku menuliskan sedihnya, seolah2 jadi terlihat tidak bahagia. Ya kan? Tapi tidak kok insyaAllah.

Sudah ya jam dinding, lampu,pintu. Sepertinya nyamuk2 sudah kenyang minum darah dari kakiku. Ini hanya sebuah catatan kecil abnormal pada akhir bulan Desember, bukan berarti penggambaran menyeluruh tentang aku atau hariku hari ini. (22.03)