Minggu, 14 Mei 2017
Jumat, 12 Mei 2017
Seorang nenek dan dua cucunya
12 Mei 2017
Gerbong wanita, krl menuju tanah abang
Satu orang wanita paruh baya dengan dua anak kecil- anak laki2 berumur 4 tahun an, dan anak perempuan berumur 5 tahun an- duduk di depan saya.
Saya tidak terlalu memperhatikann dan lebih asyik dengan novel happy little soul atau melihat sekelumit jakarta dibalik kaca kereta.
Baru lima detik saya duduk di krl khusus wanita yang lumayan sepi itu, telinga saya menangkap percakapan perempuan paruh baya itu di telepon, setengah marah, setengah kecewa, tapi saya belum peduli dan memperhatikan.
Tapi setelah itu, saya dengar sekali, bagaimana dua anak disampingnya begitu antusias mengajak ngobrol perempuan paruh baya itu (yang ternyata neneknya). Saya melihat wajah dua anak itu semangat , dan sesekali mereka mencium neneknya tanpa diminta.
Neneekkk, nenekkk! Nanti dhifa kesini lagi ya nekkk???
Neneeekkk dhifa tadi naik mobil yaaa???
Nenekkkk neneekkkkk!!!
Dua anak itu bergantian mengajak ngobrol neneknya, wajah mereka lucu, apalagi yang laki2, gigi depan atasnya gigis semua. Tapi gatau kenapa nenek itu cuma menjawab sekenanya. Agak galak dan acuh. Dalam hati saya, kenapa ya, mungkin neneknya bosan ditanyain terus, manusiawi.
Saya melanjutkan membaca novel happy little soul, sampai di halaman 100, bab melibatkan anak dan jadikan dia merasa penting. Tiba2 saya langsung berhenti membaca, dan mengalihkan pandangan ke depan ketika mendengar adek laki2 itu bilang ke neneknya:
Nenek jangan nangis yaaa, katanya sambil memegang pipi neneknya
Saya melihat mata nenek itu berkaca-kaca dan bilang soalnya nenek kesel, disuruh telpon gamau, ga ngabarin
Saya gatau siapa yg ga telpon nenek itu. Hingga sampai stasiun tanah abang lalu kami turun dari krl, hingga sekarang saya menulis ini, saya (karena kejadian kecil di kereta itu) tiba-tiba memikirkan ibu dan ayah, yang semakin tidak rutin saya telpon, yang seolah2 saya menjadi terbiasa hidup jauh dari mereka. Saya takut menjadi orang dewasa sibuk yang buruk.
Pasti mereka juga sesedih nenek itu, jika merasa saya mulai lupa untuk berkabar pada mereka. Mulai asyik sendiri dengan dunia perantauan yang (kata saya) tujuannya buat mereka bangga.

